Anastruct: Pondasi Tumpuan Pegas Hanya Tekan

Artikel kali ini mau nyoba analisis pondasi telapak; yang terangkat salah satu sisinya, akibat gaya luar. Akibatnya tumpuan pegas tertarik pada salah satu sisinya dan perlu disesuaikan lagi, karena tanah dianggap tidak mampu menerima tarik.

Soal original merupakan postingan Suyono Nt dalam blognya disini atau soal dan solusinya dalam file pdf di sini. Begitu banyak tulisan beliau yang menginspirasi saya, termasuk contoh kasus pada kali ini.

Baiklah..

Adapun soalnya sebagai berikut:

Soal

Strategi

Adapun strategi dalam analisis kali ini adalah sebagai berikut:

  1. Awalnya, menganalisis pondasi sesuai kondisi awal/soal.
  2. Identifikasi tumpuan pegas (spring) yang mengalami reaksi tarik.
  3. Menghapus kekakuan pegas (atur k=0) yang mengalami tarik.
  4. Menganalisis kembali.
  5. Mengulangi tahapan, sampai tidak lagi ditemukan tumpuan yang mengalami tarik atau nilai tarik minimal (toleransi >0.0001)
  6. Mencoba pembagian elemen pias, 20, 60 dan 120 buah.
  7. Membandingkan tekanan teoritis dan hasil analisis.

Analisa struktur dilakukan menggunakan program Anastruct dan bahasa pemrograman Python. Adapun file analisis secara lengkap dapat diunduh pada link berikut ini:

Pondasi tumpuan pegas hanya tekan.pdf

Pondasi tumpuan pegas hanya tekan.ipynb

Hasil analisis

Berikut reaksi tumpuan untuk kasus 20 elemen pias; sebelum dilakukan penyesuaian.

Terlihat pada tumpuan bagian paling kanan terdapat reaksi tarik sebesar 10.58 kN. Dan terdapat beberapa tumpuan dengan reaksi tarik lagi.

N_pias = 20; Struktur dan Pembebanan
N_pias = 20; Reaksi perletakan, sebelum penyesuaian.

Tumpuan yang mengalami tarik tersebut dihapus kekakuannya (k=0), kemudian di analisis kembali. Adapun hasilnya sebagai berikut:

N_pias = 20; Reaksi perletakan, setelah penyesuaian
N_pias = 20; Diagram moment, setelah penyesuaian

Dari grafik reaksi perletakan di atas diketahui tekanan maksimal sebesar:

sigma_max = 70.38/(0.1*1) = 703 kPa < 780 kPa (tekanan maks teoritis)

Terlihat tekanan maksimal hasil analisis masih cukup jauh dari tekanan teoritis. Adapun grafik tekanan setelah dilakukan penyesuaian untuk kasus n elemen pias = 20 adalah sebagai berikut:

N_pias = 20; Tekanan fondasi; Maksimal = 703 kPa

Maka, dicoba jumlah elemen pias 60 buah dan 120 buah.

N_pias = 60; Tekanan fondasi; Maksimal = 763 kPa

N_pias = 120; Tekanan fondasi; Maksimal = 780 kPa
Jumlah Elemen PiasTekanan Maks (kPa)
20 buah703 kPa
60 buah763 kPa
120 buah780 kPa
Rekapitulasi Tekanan Pondasi

Dari tabel rekapitulasi di atas, diketahui digunakan jumlah elemen pias 120 buah untuk memperoleh nilai tekanan tanah yang sama dengan teoritis.

Namun, dengan jumlah elemen pias begitu banyak; sehingga tidak begitu efisien untuk keperluan analisis sehari-hari.

Dari hasil berikut ini, diketahui perulangan (iterasi) dilakukan sebanyak tiga (3) kali untuk menyesuaikan tumpuan hanya tekan saja. Berikut hasil eksekusi program analisis:

N_pias = 20

>> Mulai analisis..
hapus kekakuan tumpuan 1
hapus kekakuan tumpuan 2
hapus kekakuan tumpuan 3
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 4
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 5
>> Analisis kembali
Analisis selesai!
N_pias = 60

>> Mulai analisis..
hapus kekakuan tumpuan 1
hapus kekakuan tumpuan 2
hapus kekakuan tumpuan 3
hapus kekakuan tumpuan 4
hapus kekakuan tumpuan 5
hapus kekakuan tumpuan 6
hapus kekakuan tumpuan 7
hapus kekakuan tumpuan 8
hapus kekakuan tumpuan 9
hapus kekakuan tumpuan 10
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 11
hapus kekakuan tumpuan 12
hapus kekakuan tumpuan 13
hapus kekakuan tumpuan 14
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 15
>> Analisis kembali
Analisis selesai!
N_pias = 120

>> Mulai analisis..
hapus kekakuan tumpuan 1
hapus kekakuan tumpuan 2
hapus kekakuan tumpuan 3
hapus kekakuan tumpuan 4
hapus kekakuan tumpuan 5
hapus kekakuan tumpuan 6
hapus kekakuan tumpuan 7
hapus kekakuan tumpuan 8
hapus kekakuan tumpuan 9
hapus kekakuan tumpuan 10
hapus kekakuan tumpuan 11
hapus kekakuan tumpuan 12
hapus kekakuan tumpuan 13
hapus kekakuan tumpuan 14
hapus kekakuan tumpuan 15
hapus kekakuan tumpuan 16
hapus kekakuan tumpuan 17
hapus kekakuan tumpuan 18
hapus kekakuan tumpuan 19
hapus kekakuan tumpuan 20
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 21
hapus kekakuan tumpuan 22
hapus kekakuan tumpuan 23
hapus kekakuan tumpuan 24
hapus kekakuan tumpuan 25
hapus kekakuan tumpuan 26
hapus kekakuan tumpuan 27
hapus kekakuan tumpuan 28
>> Analisis kembali
hapus kekakuan tumpuan 29
hapus kekakuan tumpuan 30
>> Analisis kembali
Analisis selesai!


Baiklah.. demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat.

Advertisement

Studi Kasus: Pengaruh Angin pada Rangka Atap Baja Ringan

Sudah tidak asing lagi, begitu banyak atap baja ringan yang diberitakan runtuh akibat terjangan angin kencang.

Material baja ringan banyak digunakan pada atap rumah sederhana dan hampir tidak ada hitungan pembebanannya (analisa struktur). Sangat miris memang, keamanan bangunan dilimpahkan sepenuhnya kepada tukang bangunan.

Tidak heran, untuk struktur sederhana seperti ini; mungkin pemilik rumah tidak terpikirkan untuk membayar insinyur struktur (tenaga ahli). Dan bisa jadi pula insinyur struktur tidak minat dengan struktur sederhana karena budget-nya dikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

Oleh karena itu, pada artikel ini mau coba bahas, kira-kira apa sih kemungkinan penyebabnya? Bagaimana pengaruh beban angin dan analisis struktur yang dilakukan?

Contoh kasus:

Ditinjau Desain Rumah Tipe – 36 sebagai berikut:

  • Ukuran denah = 6 m x 6 m
  • Tinggi dinding 3 m
  • Sudut atap 30 derajat
  • Tinggi atap 1.73 m
  • Penutup atap spandek
Gambar 1 – Sketsa Desain Rumah

Model rangka atap baja ringan yang akan ditinjau sebagai berikut:

  • Bahan baja ringan profil 75x35x0.75 mm
  • Tumpuan sendi-sendi (sesuai keadaan umum terpasang di lapangan)
  • Jarak antar kuda-kuda sebesar 1.2 m.
  • Kecepatan angin 10 m/s sampai 90 m/s (umumnya digunakan 40 m/s untuk desain)
  • Desain sesuai Gambar 2.
Gambar 2 – Desain Rangka Atap

Pembebanan dan Analisis Struktur

Agar artikel ini tidak begitu rumit dan panjang, maka detail analisis tidak ditampilkan disini. Silahkan hubungi email penulis jika menginginkan detail perhitungan dan analisis; atau melalui kolom komentar di bawah ini.

Berikut ini beberapa asumsi analisis dan pembebanan yang digunakan:

  • Beban angin ditentukan berdasarkan SNI 1727:2020
  • Kapasitas Baja Ringan (Baja Canai Dingin) dihitung berdasarkan SNI 7971:2013
  • Mutu bahan menggunakan G 550 (fy 550 MPa)
  • Sambungan menggunakan sekrup D4.5 mm

Sebelum menuju hasil analisa struktur, mari kita perhatikan sejenak grafik pada Gambar 3 berikut ini.

Grafik ini adalah hubungan panjang batang baja ringan dengan kemampuan berapa kilogram yang bisa dipikul.

Gambar 3 – Kapasitas Tekuk (Kg) Profil Baja Ringan Tunggal

Sebagai contoh baja ringan dengan panjang 120 cm, memiliki kemampuan 933 Kg beban yang dapat dipikul. Ini adalah panjang batang bawah dan atas rangka atap pada Gambar 2.

Ini dikenal dengan kapasitas tekuk batang.

Dalam contoh ini, kapasitas tarik batang tidak ditinjau. Umumnya, kapasitas tekuk lebih rendah dibanding kapasitas tarik; sehingga tekuk batang menentukan.

Analisa struktur dilakukan menggunakan program Anastruct dan Bahasa Pemrograman Python.

Berikut pembahasan hasilnya.

Apakah batang baja tertekuk?

Berdasarkan hasil analisis, untuk kecepatan angin 10 m/s sampai 90 m/s; diketahui Gaya aksial tekan maksimal yang terjadi tidak melampaui kapasitas tekuk. Seperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut.

Dengan demikian, batang baja tidak tertekuk atau batang baja masih aman.

Perlu diperhatikan, berdasarkan aturan di sini untuk Indonesia digunakan 40 m/s sebagai kecepatan angin desain. Dan tenyata pada kecepatan itu batang baja masih aman terhadap tekuk.

Gambar 4 – Perbandingan Kapasitas dan Gaya Tekan Maksimal yang terjadi

Bagaimana dengan sambungan?

Pada contoh kasus ini, sambungan antar batang (joint) dianggap aman.

Penulis lebih tertarik pada sambungan pada tumpuan rangka, dapat dilihat contoh pemasangan di bawah ini. Umumnya menggunakan sambungan dynabolt ke dalam balok/dinding dan dengan jumlah sekrup baja bervariasi.

Gambar 5 – Sambungan 2 buah sekrup
Gambar 6 – Sambungan 3 buah sekrup

Dari hasil analisa kapasitas sambungan, dianggap kapasitas cabut (pull out) sekrup yang akan menentukan. Karena kapasitas ini merupakan nilai terkecil dari kapasitas sambungan geser dan tarik.

Untuk 2 buah sekrup, mampu memikul 148 Kg gaya tarik (cabut/pull out).

Sedangkan untuk 3 buah sekrup, mampu memikul 237 Kg gaya tarik (cabut/pull out).

Berdasarkan hasil analisis struktur diketahui, sambungan tidak mampu memikul beban pada kurang lebih kecepatan angin 37 m/s untuk 2 buah sekrup. Dan 44 m/s untuk 3 buah sekrup.

Dengan demikian, kemungkinan terbesar penyebab utama keruntuhan rangka baja ringan adalah karena keruntuhan sambungan sekrup pada tumpuan.

Berikut ini plot grafik Kapasitas dan Gaya yang terjadi.

Gambar 7 – Perbandingan Kapasitas Cabut Sambungan dan Gaya yang terjadi

Mekanisme Keruntuhan

Baja ringan atau baja canai dingin terlihat sederhana, namun dalam analisis struktur dan desain sangat tidak sederhana.

Tipisnya bahan yang digunakan sangat mengganggu kestabilan penampang.

Dalam analisis ini begitu banyak hal yang diabaikan dan disederhanakan. Oleh karena itu, bisa jadi mekanisme berikut ini hanyalah salah satu dari sekian banyak mekanisme yang terjadi.

Berdasarkan hasil analisis,

Terlihat gaya angkat atau hisapan angin pada atap menyebabkan keruntuhan sambungan tumpuan. Gambar 8 menunjukkan deformasi struktur yang terjadi akibat beban angin 40 m/s.

Gambar 8 – Output Analisis Struktur: Deformasi Rangka
Gambar 9 – Beban Angin pada Atap
Gambar 10 – Output Gaya Batang (Kecepatan Angin 40 m/s)
Gambar 11 – Output Gaya pada Tumpuan (Kecepatan Angin 40 m/s)

Berikut ini ilustrasi penyebab keruntuhan atap baja ringan akibat beban angin.

Gambar 12 – Kerusakan Sambungan
Gambar 13 – Atap Tercabut dari Badan Rumah

Hal ini sejalan dengan berita di lapangan, banyak ditemukan kondisi atap yang terbalik dengan kondisi rangka yang masih utuh. Berikut ini beberapa foto dokumentasi keruntuhan baja ringan akibat angin.

Ilustrasi–Atap baja ringan ruko kurang lebih sepanjang 26 meter di daerah Kukun, Rajeg ambruk akibat diterjang angin kencang pada Senin dini hari di Rajeg, Tangerang, Banten, Senin (19/3). Akibat hujan deras disertai angin kencang atap baja ringan dari 11 ruko ambruk, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. (Foto: ANTARA/Lucky.R/Koz). Sumber: www.beritasatu.com

Dikawasan Kompleks Grand Residence 3 di Jalan H.M Puna Sembiring, Deli Serdang sekira pukul 17.30 wib angin kencang disertai hujan membuat atap rumah milik Luqman Saksono terbang hingga kurang lebih 100 meter yang akhirnya menimpa canopy milik Romulo Makarios Sinaga, salah seorang wartawan, Senin (28/6/2021). Sumber: www.armadaberita.com

Kesimpulan:

Pada contoh kasus ini:

  1. Keruntuhan sambungan pada tumpuan, diperkirakan sebagai penyebab utama keruntuhan atap akibat beban angin.
  2. Perlunya perkuatan sambungan minimal 4 buah sekrup.
  3. Perlu tinjauan kekuatan sambungan dynabolt.
  4. Kapasitas batang tarik dan tekan masih memadai.
  5. Untuk stabilitas arah longitudinal dibutuhkan ikatan silang/ ikatan angin yang memadai.

Anastruct: Solusi Beban Terdistribusi Tidak Seragam

Dalam analisa struktur, biasanya ditemukan beban merata yang tidak seragam (non-uniform). Seperti beban akibat tekanan tanah lateral berbentuk segitiga, trapesium atau sembarang bentuk.

Tekanan tanah lateral (Hardiyatmo, C. 2011)

Menjadi masalah ketika program tidak menyediakan opsi input beban tidak seragam, seperti package Anastruct hanya menyediakan beban merata (q) uniform atau seragam.

Artikel ini terinspirasi dari blog Syont di sini : Beban titik kesetaran pada elemen balok

Secara ringkas, beliau menggunakan beban titik sebagai solusi analisa beban tidak seragam.

***

Baiklah..

Artikel kali ini akan membahas solusi analisa struktur beban tidak seragam menggunakan Anastruct/ Python.

Strategi Pemodelan

Strategi yang digunakan yaitu dengan membagi elemen dalam elemen pias/diskrit. Kemudian menggunakan beban q rata-rata (q tengah elemen) sebagai beban merata.

Berikut kira-kira ilustrasinya,

Strategi pemodelan beban tidak seragam

1. Membuat fungsi beban

Mulai dari sini pemodelan akan menggunakan Python dan Jupyter Notebook. Langkah pertama adalah membuat fungsi beban. Fungsi ini akan meng-handle beban merata setiap variasi kedalaman (z) atau jarak.

Lateral pressure due to line load Q:
\sigma_h = \frac{4Q}{\pi} \frac{x^2z}{R^4} 
Lateral active earth pressure Rankine theory:
K_a = \tan (45 - \phi/2)^2 
\sigma_a = \gamma z K_a

Di sini disiapkan dua fungsi. Yaitu fungsi tekanan tanah Rankine dan tekanan lateral akibat beban garis di atas dinding. Berikut script nya:

import math
def Q_pressure(H, q, x, z):
    R = math.sqrt(x**2 + z**2)
    sigma_q = 4*q/math.pi * (x**2)*z / (R**4)
    return(sigma_q)
def Rankine(phi, gamma, z):
    Ka = math.tan(math.radians(45-(phi/2)))**2
    sigma_a = gamma*z*Ka
    return(sigma_a)
Persamaan/fungsi tekanan tanah

2. Menentukan data dimensi, material, dan pengaturan yang digunakan

Sebagai verifikasi awal, maka akan ditinjau

  • Dinding kantilever
  • Tinggi total 6 m
  • Beban = tekanan tanah aktif teori Rankine
  • Jumlah elemen diskrit = 6 elemen

Sehingga panjang setiap elemen menjadi 6/6 = 1 m. Berikut input data keseluruhan:

import numpy as np
import pandas as pd
df = pd.DataFrame()
# Dimensions
H = 6 # wall height (m)
t = H/10 # thickness of the wall (m)
b = 1 # width (m)
A = b*t # area section (m^2)
Ix = (b*t**3)/12 # Momen inertia (m4)
# Materials
## Concrete
fc = 21 # MPa
E = 4700*math.sqrt(fc) * 1000 # concrete modulus elasticity (kPa)
## Soil
gamma = 18 # unit weight of soil
phi = 30 # internal friction angle
# Loads
Q = 112.5 # acting load (kN/m)
x = 2.0 # horizontal distance from wall (m)
# Settings
n_ele = 6 # number of element
dx = H/n_ele # lenght of dicretized element (m)

3. Membuat tabel beban tekanan tanah untuk setiap kedalaman (z)

Pada tahap ini, terlebih dahulu akan dicoba tekanan tanah rankine (beban segitiga).

z_list = [0]
sigma_list = [0]
for n in range(1,n_ele+1,1):
    z = n*dx
    z_list.append(-z)
    
    sigma_list.append(Rankine(phi,gamma,z)) # Rankine only
    #sigma_list.append(Q_pressure(H,Q,x,z)) # Lateral pressure due to line load only
    #sigma_list.append(Q_pressure(H,Q,x,z) + Rankine(phi,gamma,z)) # Rankine + Q lateral pressure
    
df['z (m)'] = z_list
df['sigma (kPa)'] = sigma_list 
df
Tabel tekanan tanah dibuat dalam data frame pandas
Plot data tekanan tanah

4. Analisa struktur dengan Anastruct

Berdasarkan data di atas, kemudian lakukan analisa struktur dengan Anastruct. Perlu diperhatikan, input beban ke dalam elemen dilakukan pada perintah loop “for i in range ()“; dengan terlebih dahulu dilakukan interpolasi pada kedalaman (z) tengah elemen. Ditunjukkan pada garis <<< assign q load each element.

Perlu perhatian khusus pada tumpuan, disesuaikan dengan dinding tinjauan yaitu fixed pada dasar dinding.

from scipy.interpolate import interp1d
from anastruct import SystemElements
ss = SystemElements(EI=E*Ix, EA=E*A)
ss.add_multiple_elements([[0, H], [0, 0]], n_ele)
##------------Support conditions very important!----------##
# first_node == node on the top of the wall
first_node = 1
last_node = n_ele+1
# ss.add_support_roll(first_node,direction='y')
# ss.add_support_hinged(last_node)
ss.add_support_fixed(last_node)
first_ele_z = dx/2
for i in range(n_ele):
    z = (i*dx) + first_ele_z
    interp = interp1d(df['z (m)'], df['sigma (kPa)']) # <<< assign q load each element
    sigma_interp = interp(-z)
    ss.q_load(q=-sigma_interp, element_id = i+1)
# Run Analysis
ss.solve()
# Plot graph
ss.show_structure(verbosity=0)
ss.show_bending_moment(verbosity=1)
ss.show_shear_force(verbosity=1)
# verbosity=0 to show value

Berikut tampilan beban yang telah di input:

Input beban
Output reaksi perletakan

Untuk verifikasi hasil reaksi tumpuan di atas dapat dilakukan dengan cara sederhana sebagai berikut:

Ka = tan(45 – 30/2)2 = 0.333

Pa = 0.5 x gamma x H2 x Ka = 107,89 kN ≈ Ranastruct = 108.0 kN (mendekati)

Mo = Pa x H/3 = 215,78 kNm ≈ Manastruct = 219.0 kNm (cukup mendekati nilai teori)

Terlihat reaksi hasil pemodelan cukup mendekati, perlu di perhatikan ini adalah hasil untuk 6 element diskrit. Nilai akan semakin mendekati jika jumlah elemen di perbanyak; misal 100 elemen.

5. Tahapan post processing

Pada tahap ini, gaya dan perpindahan untuk setiap node akan dirangkum dalam table pandas data frame. Kemudian di plot dalam grafik agar lebih mudah dilihat.

moment_list = ss.get_element_result_range('moment')
shear_list = ss.get_element_result_range('shear')
axial_list = ss.get_element_result_range('axial')
for n in range(0,n_ele+1):
    if n == n_ele:
        df.loc[n,'Moment (kNm)'] = ss.get_node_results_system(node_id=n+1)['Ty']
        df.loc[n,'Shear (kN)'] = -ss.get_node_results_system(node_id=n+1)['Fx']
        df.loc[n,'Axial (kNm)'] = ss.get_node_results_system(node_id=n+1)['Fy']
    else:
        df.loc[n,'Moment (kNm)'] = moment_list[n]
        df.loc[n,'Shear (kN)'] = shear_list[n]
        df.loc[n,'Axial (kNm)'] = axial_list[n]
    df.loc[n,'Displacement (mm)'] = 1000 * ss.get_node_results_system(node_id=n+1)['ux']
    
# Display table
df
Tabel output gaya dan perpindahan

Kemudian di plot menggunakan package plotly:

from plotly.subplots import make_subplots
import plotly.graph_objects as go
fig = make_subplots(rows=1, cols=4)
fig.add_trace(go.Scatter(name="Lateral Pressure (kPa)",x=df['sigma (kPa)'], y=df['z (m)'], mode="lines"), row=1, col=1)
fig.add_trace(go.Scatter(name="Bending Moment (kNm)",x=df['Moment (kNm)'], y=df['z (m)'], mode="lines"), row=1, col=2)
fig.add_trace(go.Scatter(name="Shear (kN)",x=df['Shear (kN)'], y=df['z (m)'], mode="lines"), row=1, col=3)
fig.add_trace(go.Scatter(name="Displacement (mm)", x=df['Displacement (mm)'], y=df['z (m)'], mode="lines"), row=1, col=4)
fig.update_yaxes(title_text="Depth, z (m)", row=1, col=1)
fig.update_xaxes(title_text="Lateral Pressure (kPa)", row=1, col=1)
fig.update_xaxes(title_text="Moment (kNm)", row=1, col=2)
fig.update_xaxes(title_text="Shear (kN)", row=1, col=3)
fig.update_xaxes(title_text="Displacement (mm)", row=1, col=4)
fig.update_layout(height=800, width=1000, title_text="Result",)
fig.show()
Plot kedalaman (z) vs gaya/ perpindahan

***

Pemodelan beban distribusi untuk sembarang bentuk

Eksperimen terakhir, akan dicoba pemodelan beban untuk sembarang bentuk sesuai dua fungsi yang telah dibuat (seperti gambar tekanan tanah pada awal artikel). Berikut deskripsi soalnya:

Data:

  • Tinggi dinding, H = 6 m
  • Kondisi tumpuan = jepit – jepit (fixed)
  • Jumlah element diskrit = 100
  • Data material sama dengan soal di atas

Tinjauan kondisi beban:

  1. Beban tekanan tanah aktif Rankine
  2. Beban tekanan lateral akibat beban garis (Q) di atas dinding
  3. Kombinasi beban 1 dan 2

Berikut hasilnya..

Kondisi 1. Tekanan tanah aktif Rankine
Kondisi 2. Tekanan tanah lateral akibat beban garis Q di atas dinding
Kondisi 3. Kombinasi tekanan tanah aktif Rankine dan beban garis Q di atas dinding

Bagi yang ingin mencoba silahkan download file jupyter notebook berikut:

Lateral Pressure Due to Surcharge

Bila ada yang ingin didiskusikan, silahkan tinggalkan komentar di bawah ini. Demikian semoga bermanfaat.

Catatan:

  • Untuk variasi beban lain dapat dimasukkan dalam tambahan fungsi.

Nyoba SSI Modeling Challenge


Sebenarnya challenge ini dilaksanakan dari 15 Juli 2020 (tanggal postingan) sampai 31 Agustus 2020. Tapi, tidak ada salahnya untuk dicoba.

Jika ingin membaca postingan soal aslinya silahkan ke sini SSI Model Challenge.

Dan hasilnya dapat dibaca di sini SSI Modeling Challenge Results.

Oke.. baiklah.. mari kita mulai

Diberikan kasus pilar-fondasi jembatan diberikan gaya horizontal P = 1 kN di puncaknya seperti gambar berikut.

Ditanyakan berapakah perpindahan lateral di puncak pilar?

Cukup rumit bila ditinjau interaksi tanah-struktur (soil-struktur interaction, SSI). Untuk itu mari kita coba dengan cara yang lebih sederhana.

Diasumsikan pilar sebagai balok kantilever (linear elastik), kemudian perpindahan dihitung dengan rumus;
perpindahan = PL^3 / 3EI.

P = gaya horizontal di puncak pier = 1 kN
L = panjang kantilever
E = Modulus elastisitas tiang = 25 GPa = 25 x 10^6 kN/m3
I = inersia tiang = pi x D^4 / 64 = 0,071832 m4

Seperti yang kita ketahui, jepit atau kekangan tanah tidak berada di permukaan tanah. Umumnya diasumsikan kekangan tanah berada pada jarak Lp/3 dari permukaan tanah. Lp = panjang tiang yang tertanam.

Sehingga panjang kantilever menjadi, L = Lp/3 + h = 20/3 + 6,1 = 12,76 m

Maka, diperoleh perpindahan lateral dipuncak sebesar disp = PL^3 / 3EI = 0,385 mm

Jika diplot dalam grafik hasil modelling dari 7 partisipan lain, terlihat perpindahan masuk dalam rentang (min/max) dan mendekati nilai median sebesar 0,31 mm.

Perlu diperhatikan, persamaan di atas (asumsi 1) belum menggunakan parameter tanah dalam perhitungan. Kedalaman kekangan/jepit tanah hanya sebatas asumsi Lp/3. Oleh karena itu, mari kita coba gunakan persamaan FEMA 55 (Equation 10.4), kedalaman kekangan dihitung dengan rumus:

D = 1,8 x (EI / nh)^(1/5)

Dimana modulus subgrade tanah (nh) = 41 MN/m3; diperoleh dari hasil plot grafik hubungan kepadatan relative Dr = 90% dan modulus subgrade sebagai berikut.

Grafik korelasi kerapatan relatif dan modulus subgrade tanah (sumber)

Kedalaman kekangan menjadi D = 1,8 x (EI / nh)^(1/5) = 3,83 m

Total panjang kantilver (asumsi 2) menjadi, L = H + D = 6,1 + 3,83 = 9,93 m

Maka, diperoleh perpindahan lateral (asumsi 2) sebesar disp = PL^3 / 3EI = 0,182 mm

Jika diplot lagi kedalam grafik hasil partisipan lain, terlihat perpindahan lebih kecil namun masih masuk dalam range. Hasil yang pertama (warna merah) lebih konservatif dari hasil kedua (warna hijau).

Baiklah..

Mari kita dicoba asumsi ke 3.

Dengan menggunakan paket program Anastruct, tiang dibagi dalam beberapa elemen diskrit. Diberikan tumpuan spring arah horizontal, setiap meter kedalaman tiang. Di dasar tiang diasumsikan tumpuan sendi. Nilai parameter EI tiang sesuai soal di atas.

Penentuan modulus reaksi subgrade horizontal, mengikuti langkah-langkah dalam buku Bowles, Example 16.9.

Berikut script analisa struktur yang ditulis menggunakan bahasa Python dengan paket program Anastruct.
Hasilnya sebagai berikut:

from anastruct.fem.system import SystemElements
import matplotlib.pyplot as plt
import math

d = 1.1
A = (math.pi*d**2)/4
I = (math.pi*d**4)/64
E = 25*10**6
nh = 41000
s = 1

# geometri tiang
Px = 1
H = 6.1
L = 20

ss = SystemElements(EA=E*A, EI=E*I)
ss.add_multiple_elements([[0, 0], [0, L]], 20)
ss.add_multiple_elements([[0, L], [0, L+H]], 6)

for i in range(1,L+2):
    if i == 1:
        ss.add_support_hinged(node_id=[i])
    elif i == L+1:
        kh = (nh*d*s/2)/2
        ss.add_support_spring(node_id=i, translation=1, k=kh)
    else:
        z = L+s-i
        #kh = nh*(z/d)*s*d
        kh = (nh*s*d)/2
        ss.add_support_spring(node_id=i, translation=1, k=kh)

ss.point_load(node_id=27, Fx=Px)

ss.solve()
disp = ss.get_node_displacements(node_id=27)
x_disp= round(disp["ux"]*1000,4)

print("Perpindahan horizontal di puncak tiang; disp = ",x_disp," mm")

list_disp = ss.get_node_result_range('ux')
list_disp_mili = []
for val in (list_disp):
    x = val*1000
    list_disp_mili.append(x)

f = plt.figure()
plt.xlabel('Perpindahan Lateral (mm)')
plt.ylabel('Elevasi tiang (m)')
plt.plot(list_disp_mili,range(-L,7))

f.set_figwidth(6)
f.set_figheight(10)
plt.grid()
plt.show()
#print(list_disp)

ss.show_structure()
ss.show_displacement(factor=20000)
ss.show_bending_moment()
Model Struktur
Diagram Momen
Grafik Perpindahan

Cara ke tiga ini diperoleh perpindahan sebesar disp = 0,207 mm
Jika diplot lagi ke dalam grafik hasil,

Kesimpulan:
Challenge ini adalah analisa interaksi tanah-struktur (SSI). Karena berhubungan dengan tanah, sehingga diperoleh nilai perpindahan yang bervariasi. Behubung modulus subgrade pasir padat juga bervariasi (ada nilai minimum dan maksimumnya).

Hasil perhitungan menunjukkan cara paling sederhana (asumsi 1) cukup konservatif untuk digunakan. Lebih besar dari nilai median (garis putus-putus dalam grafik). Cukup baik digunakan untuk kepentingan desain pendahuluan, penentuan dimensi awal. Kemudian dapat dilakukan analisa struktur yang lebih detail, seperti mengasumsikan kekakuan tanah sebagai tumpuan spring.

Dampak Negatif Mengabaikan Penurunan Pondasi

Penurunan pondasi terkadang diabaikan, khususnya pada struktur sederhana 1 atau 2 tingkat tergantung tingkat kepentingannya. Apa alasannya? biaya penyelidikan tanah yang relatif mahal.

Penurunan pondasi hanya bisa diperkirakan dari data penyelidikan tanah. Namun, pemilik (Owner) bangunan sederhana seperti kantor atau rumah toko (Ruko), akan berpikir berulang kali apabila ingin mengeluarkan biaya tambahan.

Selain itu, dalam perencanaan struktur gedung terkadang “perencana struktur” mengabaikan penurunan pondasi. Tinjauan keamanan pondasi hanya berdasarkan faktor aman kapasitas dukung tanah.

Bersama-sama pondasi, balok sloof atau balok ikat seringkali tidak dimasukkan dalam proses analisa struktur gedung. Beban hanya berdasarkan asumsi 25% dari gaya pada kolom dan tumpuan diasumsikan jepit. Mengenai sloof akan dibahas seiring dengan pembahasan penurunan pondasi berikut ini.

Seberapa pentingkah tinjauan penurunan pondasi pada struktur gedung?

Bagaimana pengaruh penurunan pondasi terhadap keamanan struktur gedung?

Berikut akan ditinjau struktur portal tinggi 4 m dan bentang 6 m. Pada balok diberi beban 20 kN/m. Ukuran penampang balok, sloof, dan kolom dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Geomtri beban

Digunakan mutu beton K-175 (fc’ 15), dengan kondisi pencampuran manual oleh tukang dan faktor pelaksanaan, akan sulit mendapatkan mutu beton lebih besar dari itu (itupun untung-untungan jika terpenuhi K-175).

Analisa struktur menggunakan software SAP2000 versi 7.4 (lisensi student version). Pakai ini aku, jangan kena tuntutan perusahaannya..

Baiklah, dengan geometri struktur di atas, akan ditinjau beberapa kondisi sebagai berikut:

Kondisi 1

Kondisi tumpuan jepit seperti gambar di atas, mengabaikan penurunan pondasi. Akan ditinjau momen pada balok ikat/sloof seperti pada umumnya.

Kondisi 2

Diberi tambahan penurunan 1 cm = 10 mm pada tumpuan tengah. Asumsi tumpuan masih jepit sempurna.

Penurunan 10 mm

Kondisi 3

Tanpa beban penurunan. Asumsi menggunakan tumpuan spring pada kolom dan sloof. Menggunakan modulus subgrade 10.000 kN/m3 (Pasir kepadatan sedang) lihat tabel berikut. Asumsi menggunakan pondasi telapak ukuran 1 m x 1 m dan lebar sloof 0.25 m. Maka digunakan input kekakuan spring vertikal dan horizontal sebagai berikut:

Modulus Subgrade

Pondasi (Tumpuan Kolom)

kh = 1 m x 1 m x 10.000 kN/m3 = 10.000 kN/m dan kv = 2kh = 20.000 kN/m

Balok ikat atau sloof

kh = 0.25 m  x 1 m x 10.000 kN/m3 = 2500 kN/m  dan kv = 2kh = 5000 kN/m

Kondisi 3 spring tanpa penurunan

Kondisi 4

Diberi penurunan 1 cm = 10 mm di tumpuan kolom tengah. Asumsi tumpuan spring sesuai kondisi 3.

Spring Penurunan 10 mm

Hasil Analisa Struktur Menggunakan SAP2000 v.7.4

Berikut ini hasil analisa struktur menggunakan SAP 2000 untuk masing masing kondisi di atas.

Bentuk deformasi struktur

Deformasi 1Deformasi 2Deformasi 3aDeformasi 4

Gaya yang terjadi pada struktur

lAksial 3Momen 1Momen 2Momen 3Momen 4

Pembahasan

So.. bagaimana kita membaca gambar di atas?

Pertama, kita akan menghitung momen pada balok ikat seperti pada umumnya. Sebagai berikut:

Dari gambar gaya aksial kondisi 1 diketahui P1= 65,58 kN dan P2 = 170.76 kN

Dimana L = panjang sloof  = 6 m

Beban merata (q) balok sloof = [25%(P1 + P2)]/6 = 9,85 kN/m

Momen pada sloof = (9,85 x 6^2)/12 = 29,55 kN.m

Kedua, bisa kita lihat pada gambar momen kondisi 2, akibat penurunan 1 cm, momen pada balok ikat atau sloof sebesar 32,74 kN.m dimana lebih besar dari perhitungan biasa sebesar 29, 55 kNm.

Selain itu, pada kondisi 2 ini terlihat gaya momen kolom pinggir 41,32 kN lebih besar dua kali lipat dari kondisi 1 yaitu 19,85 kN.

Ketiga, pada kondisi 3 dengan tumpuan spring tanpa tambahan penurunan. Terlihat momen pada sloof (tengah) sebesar 55,58 kNm lebih besar dua kali lipat dari perhitungan biasa 19,85 kN.

Sedangkan momen pada balok atas dan kolom kurang lebih sama dengan kondisi 1 (Konservatif). Namun, sebenarnya momen pada balok atas lumayan perbedaanya.

Keempat, kondisi 4 terlihat momen pada sloof sebesar 89,39 kNm lebih besar tiga kali lipat dari perhitungan biasa (kondisi 1) sebesar 29,55 kNm.

Kesimpulan

Dari hasil di atas disimpulkan bahwa mengabaikan penurunan pondasi akan berakibat fatal pada struktur atas, sloof, kolom, maupun balok. Dimana gaya momen diperoleh hingga dua bahkan tiga kali lipat dari perhitungan biasa. Jika penulangan struktur hanya berdasarkan momen tanpa penurunan, maka bisa dikatakan struktur tersebut tidak aman. Struktur akan aman jika penurunan pondasi dianalisa berdasarkan hasil penyelidikan tanah (Sondir ataupun SPT) dan menjamin penurunan tidak menimbulkan gaya yang berlebihan pada struktur atas.

Catatan: penurunan di atas belum memasukkan pengaruh gempa.