Dinding Bata dalam Analisa Struktur Gedung Kondisi Gempa

Beberapa bulan pasca gempa Palu 28 September 2018, seorang teman datang dan berkata desain gedung yang telah dia buat, ditolak oleh tenaga ahli. Dia bekerja di salah satu instansi di kota Palu. Menurut tenaga ahli struktur instansi tersebut, desainnya tidak aman terhadap gempa. Tenaga ahli tersebut didatangkan dari pulau jawa, lulusan universitas ternama..

Singkat cerita, dia ingin mengecek desainnya, apakah masih aman terhadap gempa. Dari hasil analisa yang saya lakukan, gedung masih aman namun dengan sedikit perubahan pada kolom praktis. Gedung tersebut merupakan gedung sekolah 1 tingkat dengan dinding batu bata. Karena keterbatasan dana, desain diusahakan masih memenuhi anggaran dan tetap aman terhadap gempa.

Kabar terakhir, desain tersebut tetap ditolak. Apalah daya kita lulusan universitas lokal..

Analisa struktur yang saya lakukan memasukkan dinding bata dalam tinjauan struktur tersebut. Namun, tenaga ahli tersebut mengatakan analisa harus menggunakan asumsi Open Frames alias dengan mengabaikan dinding bata. Selain itu, dia juga menambahkan balok (Horizontal) pengaku di setiap 4 sudut ruangan.

Baiklah, bagaimana sebenarnya permasalahan ini?

Dinding bata memang sering diasumsikan tidak memikul beban gempa (komponen non-struktural). Memang saat kuliah, kita selalu diajarkan analisa struktur dengan kondisi open frames. Khususnya analisa struktur kategori bangunan non-engineered atau non-rekayasa tidak pernah diajarkan di bangku kuliah. Namun, kasus ini banyak di hadapi di lapangan. Selain itu, referensi mengenai materi ini juga masih sangat sedikit. Alhasil, perencana struktur akan menganalisa sebagaimana struktur pada umumnya.

Dinding Bata Terkait Periode Struktur

Periode struktur (T) merupakan parameter penting dalam tinjauan beban gempa. Nilai ini menggambarkan perilaku struktur saat dikenai gempa. Sebelum masuk pembahasan periode struktur, sangat penting dibahas prinsip dasar gaya kondisi gempa terlebih dahulu.

Seperti yang kita ketahui, gaya gempa (dinamis) merujuk pada hukum Newton II yaitu gaya sama dengan massa dikali percepatan atau F = ma. Jika massa diasumsikan tetap, semakin besar percepatan (a), maka gaya akan semakin besar pula. Percepatan gempa sangat berhubungan dengan periode struktur, seperti dilihat pada grafik respon spektra berikut.

Respon Spektra Palu

Respon Spektra Palu, SNI Gempa 2012

Gambar di atas merupakan grafik respon spektra dengan SNI Gempa 2012. Walaupun sudah ada SNI gempa terbaru tahun 2019, grafik di atas cukup menjadi bahan pembelajaran.

Grafik tersebut merupakan hubungan Periode (T) arah x dan Spektra Percepatan arah y. Masing-masing warna mewakili kondisi tanah setempat dimana lokasi struktur tersebut dibangun.

Untuk mendapatkan spektra percepatan, maka periode struktur harus diketahui terlebih dahulu. Maka, berikut ditinjau tipikal ukuran bangunan sekolah satu tingkat. Berdasarkan SNI 1726 2019, periode struktur pendekatan dapat dihitung sebagai berikut:

Ta = 0.0466 x h^0.9 = 0.0466 x (4^0.9) = 0.162 detik (h = tinggi struktur)

Maka, Periode Struktur Ta = 0.162 detik berdasarkan SNI Gempa 2019.

Beban

Sebagai perbandingan, periode struktur Open Frames akan dianalisa menggunakan software SAP 2000 versi 7.4 (Student Version). Berikut parameter gempa yang di-input:

Parameter Gempa

Single non wall

Dari hasil analisa menggunakan SAP2000, periode fundamental struktur T = 0.2776 detik lebih besar dari periode berdasarkan SNI yaitu Ta = 0.162 detik. Maka, menurut SNI periode yang digunakan yaitu T= Cu x Ta = 1.4 x 0.162 = 0.2268 detik.

Maka, periode struktur tinjauan tanpa dinding (Open Frames) sebesar 0.2268 detik.

Analisa Struktur Dengan Dinding Bata

Sekarang, analisa periode struktur dilakukan dengan menambahkan dinding bata sebagai elemen shell, dengan data sebagai berikut:

  • Elastisitas bata (E) = 3343 Kg/cm2
  • Berat isi bata = 1922 Kg/m3
  • Angka poisson = 0.15

Periode Single Storey with wall

Periode struktur dengan dinding bata yaitu T = 0.0148 detik. Periode struktur dengan dinding bata lebih kecil dari analisa tanpa dinding 0.0148 detik < 0.2268 detik.

Jika kedua nilai periode struktur di plot ke dalam grafik respon spektra (SNI 2012), akan diperoleh percepatan gempa yang lebih kecil untuk struktur dengan dinding. Sehingga gaya gempa dengan dinding lebih kecil. Sedangkan tanpa dinding menghasilkan percepatan yang lebih besar, sehingga gaya gempa lebih besar pula.

Berikut hasil plot periode struktur untuk mendapatkan spektral percepatan (Sa)

Respon Spektra Palu - Copy

Mengabaikan pengaruh dinding bata, mengakibatkan percepatan struktur berada di puncak grafik percepatan untuk semua kondisi tanah. Sehingga, gaya gempa pada gedung bernilai besar pula. Akibatnya, desain gedung akan sangat boros.

Sedangkan dengan memasukkan pengaruh dinding bata, periode struktur akan lebih kecil. Sehingga gaya gempa pada gedung lebih kecil. Dengan demikian desain gedung lebih ekonomis.

Dengan dinding bata, struktur gedung akan lebih kaku. Dinding berperilaku sebagai dinding geser, yang mana turut memikul beban gempa. Sudah cukup banyak penelitian mengenai dinding geser bata. Seperti salah satu penelitian teman kami Moh. Fahri Afandi, ST di sini Perkuatan Struktur Variasi Dinding Geser.

Pengaruh Soft Storey

Dengan memasukkan dinding bata dalam analisa, pengaruh soft storey akan mudah dideteksi. Berikut ini contoh tinjauan tipikal bangunan rumah toko (Ruko) tinggi 4 m dan bentang 4 m.

Dapat dilihat, deformasi struktur soft storey dapat dilihat langsung dengan memasukkan dinding bata. Sedangkan tanpa dinding, deformasi struktur terlihat seperti pada umumnya.

Klik untuk memperbesar gambar..

Selain itu, dengan dinding bata, momen pada kolom lantai dasar sebesar M = 258,33 kN.m sedangkan tanpa dinding momen M = 44,76 kN.m, lima kali lipat perbedaanya. Dapat dilihat dalam gambar gaya momen di atas.

Bagaimana bisa kita mendapatkan gaya yang sesuai, dengan mengasumsikan gedung tanpa dinding secara keseluruhan? tentunya hasilnya akan berbeda sesuai contoh di atas.

Pengaruh Soft Storey adalah kondisi dimana gempa akan mendistribusikan sebagian besar gaya gempa ke lantai yang lebih soft (lunak) atau kekakuan lebih kecil atau dengan kata lain lantai Tanpa Dinding. Sehingga gaya momen pada kolom lantai tersebut akan membengkak, dan menyebabkan keruntuhan gedung. Desain lantai dasar tanpa dinding sudah umum dijumpai, khususnya rumah toko (ruko), kantor, ataupun untuk peruntukan tempat parkir. Padahal kondisi ini akan rawan terhadap gempa.

Gambar berikut merupakan contoh efek soft storey yang terjadi akibat gempa 28 September 2018.

Untuk struktur sederhana Gedung satu atau dua tingkat, keterbatasan anggaran merupakan masalah yang sering dihadapi. Dengan memasukkan dinding bata dalam analisis, hasil akan lebih ekonomis, lebih realistis dan lebih aman.

Rusunnawa Lere
Rusunawa Lere, Palu
hotel-roa-roa_20180930_120208

Hotel Roa-Roa, Palu

Rumah Sakit Anutapura

Rumah Sakit Anutapura, Palu

Advertisement

Dampak Negatif Mengabaikan Penurunan Pondasi

Penurunan pondasi terkadang diabaikan, khususnya pada struktur sederhana 1 atau 2 tingkat tergantung tingkat kepentingannya. Apa alasannya? biaya penyelidikan tanah yang relatif mahal.

Penurunan pondasi hanya bisa diperkirakan dari data penyelidikan tanah. Namun, pemilik (Owner) bangunan sederhana seperti kantor atau rumah toko (Ruko), akan berpikir berulang kali apabila ingin mengeluarkan biaya tambahan.

Selain itu, dalam perencanaan struktur gedung terkadang “perencana struktur” mengabaikan penurunan pondasi. Tinjauan keamanan pondasi hanya berdasarkan faktor aman kapasitas dukung tanah.

Bersama-sama pondasi, balok sloof atau balok ikat seringkali tidak dimasukkan dalam proses analisa struktur gedung. Beban hanya berdasarkan asumsi 25% dari gaya pada kolom dan tumpuan diasumsikan jepit. Mengenai sloof akan dibahas seiring dengan pembahasan penurunan pondasi berikut ini.

Seberapa pentingkah tinjauan penurunan pondasi pada struktur gedung?

Bagaimana pengaruh penurunan pondasi terhadap keamanan struktur gedung?

Berikut akan ditinjau struktur portal tinggi 4 m dan bentang 6 m. Pada balok diberi beban 20 kN/m. Ukuran penampang balok, sloof, dan kolom dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Geomtri beban

Digunakan mutu beton K-175 (fc’ 15), dengan kondisi pencampuran manual oleh tukang dan faktor pelaksanaan, akan sulit mendapatkan mutu beton lebih besar dari itu (itupun untung-untungan jika terpenuhi K-175).

Analisa struktur menggunakan software SAP2000 versi 7.4 (lisensi student version). Pakai ini aku, jangan kena tuntutan perusahaannya..

Baiklah, dengan geometri struktur di atas, akan ditinjau beberapa kondisi sebagai berikut:

Kondisi 1

Kondisi tumpuan jepit seperti gambar di atas, mengabaikan penurunan pondasi. Akan ditinjau momen pada balok ikat/sloof seperti pada umumnya.

Kondisi 2

Diberi tambahan penurunan 1 cm = 10 mm pada tumpuan tengah. Asumsi tumpuan masih jepit sempurna.

Penurunan 10 mm

Kondisi 3

Tanpa beban penurunan. Asumsi menggunakan tumpuan spring pada kolom dan sloof. Menggunakan modulus subgrade 10.000 kN/m3 (Pasir kepadatan sedang) lihat tabel berikut. Asumsi menggunakan pondasi telapak ukuran 1 m x 1 m dan lebar sloof 0.25 m. Maka digunakan input kekakuan spring vertikal dan horizontal sebagai berikut:

Modulus Subgrade

Pondasi (Tumpuan Kolom)

kh = 1 m x 1 m x 10.000 kN/m3 = 10.000 kN/m dan kv = 2kh = 20.000 kN/m

Balok ikat atau sloof

kh = 0.25 m  x 1 m x 10.000 kN/m3 = 2500 kN/m  dan kv = 2kh = 5000 kN/m

Kondisi 3 spring tanpa penurunan

Kondisi 4

Diberi penurunan 1 cm = 10 mm di tumpuan kolom tengah. Asumsi tumpuan spring sesuai kondisi 3.

Spring Penurunan 10 mm

Hasil Analisa Struktur Menggunakan SAP2000 v.7.4

Berikut ini hasil analisa struktur menggunakan SAP 2000 untuk masing masing kondisi di atas.

Bentuk deformasi struktur

Deformasi 1Deformasi 2Deformasi 3aDeformasi 4

Gaya yang terjadi pada struktur

lAksial 3Momen 1Momen 2Momen 3Momen 4

Pembahasan

So.. bagaimana kita membaca gambar di atas?

Pertama, kita akan menghitung momen pada balok ikat seperti pada umumnya. Sebagai berikut:

Dari gambar gaya aksial kondisi 1 diketahui P1= 65,58 kN dan P2 = 170.76 kN

Dimana L = panjang sloof  = 6 m

Beban merata (q) balok sloof = [25%(P1 + P2)]/6 = 9,85 kN/m

Momen pada sloof = (9,85 x 6^2)/12 = 29,55 kN.m

Kedua, bisa kita lihat pada gambar momen kondisi 2, akibat penurunan 1 cm, momen pada balok ikat atau sloof sebesar 32,74 kN.m dimana lebih besar dari perhitungan biasa sebesar 29, 55 kNm.

Selain itu, pada kondisi 2 ini terlihat gaya momen kolom pinggir 41,32 kN lebih besar dua kali lipat dari kondisi 1 yaitu 19,85 kN.

Ketiga, pada kondisi 3 dengan tumpuan spring tanpa tambahan penurunan. Terlihat momen pada sloof (tengah) sebesar 55,58 kNm lebih besar dua kali lipat dari perhitungan biasa 19,85 kN.

Sedangkan momen pada balok atas dan kolom kurang lebih sama dengan kondisi 1 (Konservatif). Namun, sebenarnya momen pada balok atas lumayan perbedaanya.

Keempat, kondisi 4 terlihat momen pada sloof sebesar 89,39 kNm lebih besar tiga kali lipat dari perhitungan biasa (kondisi 1) sebesar 29,55 kNm.

Kesimpulan

Dari hasil di atas disimpulkan bahwa mengabaikan penurunan pondasi akan berakibat fatal pada struktur atas, sloof, kolom, maupun balok. Dimana gaya momen diperoleh hingga dua bahkan tiga kali lipat dari perhitungan biasa. Jika penulangan struktur hanya berdasarkan momen tanpa penurunan, maka bisa dikatakan struktur tersebut tidak aman. Struktur akan aman jika penurunan pondasi dianalisa berdasarkan hasil penyelidikan tanah (Sondir ataupun SPT) dan menjamin penurunan tidak menimbulkan gaya yang berlebihan pada struktur atas.

Catatan: penurunan di atas belum memasukkan pengaruh gempa.